Gunung Api Indonesia Dinginkan Bumi Abad Ke-13
Ambang-Inside-Gunung api Indonesia
kembali menunjukkan pengaruhnya dalam sejarah dunia dengan menurunkan
suhu bumi melalui letusan pada 1258. Letusan dari Nusantara ini setara
letusan Gunung Tambora enam abad kemudian.
Peneliti gunung api telah lama dipusingkan oleh keberadaan letusan besar pada pertengahan abad ke-13. Jejak letusan terlihat melalui lapisan belerang tebal di sampel inti es yang diangkat dari Greenland dan Antarktika.
Bukti lain dikumpulkan melalui lingkaran pohon dari berbagai lokasi di dunia. Peneliti juga menemukan catatan sejarah dari berbagai negara yang menyebutkan penurunan suhu bumi setelah letusan itu. Namun mereka tak mengetahui gunung api mana yang meletus.
Berbagai gunung mulai ditunjuk sebagai biang keladi. Beberapa ''tersangka'' paling meyakinkan adalah Gunung El Chichon yang pernah meletus pada 1982, dan Gunung Quilotoa di Pegunungan Andes dekat Ekuador. Namun komposisi belerang dari dua gunung ini tak cocok dengan data sampel inti es. Tak pelak, kedua gunung ini dikeluarkan dari daftar ''pelaku''. Peneliti lalu melirik gunung api dari negara lain.
"Kami menemukan bukti baru pelaku letusan terbesar dalam periode 7 ribu tahun," ujar ahli geologi dari Panthéon-Sorbonne University, Franck Lavigne, dalam konferensi American Geophysical Union, Jumat, 15 Juni 2012.
Penelitian yang dilakukannya menunjukkan kecocokan antara kandungan belerang pada sampel inti es dengan komposisi batuan dari kawah sebuah gunung. Meski sudah mengetahui gunung misterius tersebut, Lavigne menolak menyebut nama. Ia menunggu karya ilmiah yang ia ajukan diterbitkan oleh jurnal internasional.
Website Sciencenews melaporkan, konsensus peneliti pada konferensi mengerucut pada gunung yang berada di Indonesia. Di negeri yang dilingkari Cincin Api ini, terdapat 130 gunung api aktif, satu di antaranya merupakan kandidat gunung api pendingin bumi.
Catatan sejarah menunjukkan perubahan iklim dunia akibat letusan terjadi pada akhir 1257 hingga setahun setelahnya. "Kami bisa menarik kesimpulan bahwa letusan terjadi pada musim semi atau musim panas 1257, setahun lebih awal dari perkiraan semula," ujar Lavigne.
Pendekatan melalui komputasi ilmiah menunjukkan letusan 1258 melontarkan batu apung setinggi 40 kilometer. Lontaran ini tersebar sejauh puluhan kilometer. Besarnya letusan dimasukkan ke dalam skala 7 atau setara dengan letusan Gunung Tambora 1815 dan hanya kalah dari letusan Gunung Toba 74 ribu tahun lalu.
Peneliti gunung api telah lama dipusingkan oleh keberadaan letusan besar pada pertengahan abad ke-13. Jejak letusan terlihat melalui lapisan belerang tebal di sampel inti es yang diangkat dari Greenland dan Antarktika.
Bukti lain dikumpulkan melalui lingkaran pohon dari berbagai lokasi di dunia. Peneliti juga menemukan catatan sejarah dari berbagai negara yang menyebutkan penurunan suhu bumi setelah letusan itu. Namun mereka tak mengetahui gunung api mana yang meletus.
Berbagai gunung mulai ditunjuk sebagai biang keladi. Beberapa ''tersangka'' paling meyakinkan adalah Gunung El Chichon yang pernah meletus pada 1982, dan Gunung Quilotoa di Pegunungan Andes dekat Ekuador. Namun komposisi belerang dari dua gunung ini tak cocok dengan data sampel inti es. Tak pelak, kedua gunung ini dikeluarkan dari daftar ''pelaku''. Peneliti lalu melirik gunung api dari negara lain.
"Kami menemukan bukti baru pelaku letusan terbesar dalam periode 7 ribu tahun," ujar ahli geologi dari Panthéon-Sorbonne University, Franck Lavigne, dalam konferensi American Geophysical Union, Jumat, 15 Juni 2012.
Penelitian yang dilakukannya menunjukkan kecocokan antara kandungan belerang pada sampel inti es dengan komposisi batuan dari kawah sebuah gunung. Meski sudah mengetahui gunung misterius tersebut, Lavigne menolak menyebut nama. Ia menunggu karya ilmiah yang ia ajukan diterbitkan oleh jurnal internasional.
Website Sciencenews melaporkan, konsensus peneliti pada konferensi mengerucut pada gunung yang berada di Indonesia. Di negeri yang dilingkari Cincin Api ini, terdapat 130 gunung api aktif, satu di antaranya merupakan kandidat gunung api pendingin bumi.
Catatan sejarah menunjukkan perubahan iklim dunia akibat letusan terjadi pada akhir 1257 hingga setahun setelahnya. "Kami bisa menarik kesimpulan bahwa letusan terjadi pada musim semi atau musim panas 1257, setahun lebih awal dari perkiraan semula," ujar Lavigne.
Pendekatan melalui komputasi ilmiah menunjukkan letusan 1258 melontarkan batu apung setinggi 40 kilometer. Lontaran ini tersebar sejauh puluhan kilometer. Besarnya letusan dimasukkan ke dalam skala 7 atau setara dengan letusan Gunung Tambora 1815 dan hanya kalah dari letusan Gunung Toba 74 ribu tahun lalu.
Posting Komentar untuk "Gunung Api Indonesia Dinginkan Bumi Abad Ke-13"
Bila Ada Pertanyaan/Saran Opini Silakan Dilayangkan Di kotak Komentar/Buku Tamu
Dan Dimohon Para Visitor Menggunakan Bahasa Yang Sopan
Bila Tidak Menggunakan Bahasa Yang Sopan Komentar Anda Akan Kami Hapus
Mohon Maaf Bila Ingin Menyalin Artikel ini Harap Mencantumkan Sumbernya
When the Any Questions / Suggestions Please posted in Opinion Comment box / Guest Book
Please Use The Visitor and The Polite Language
When Not Using Polite Language That We Will Delete Your Comment
Sorry if this article Want to Copy Please Include the SourceSorry If you want to copy this article if Please Include the Source