Stop Tawuran Pelajar
Tawuran antar-pelajar bukan hanya marak terjadi, tapi juga mengalami peningkatan. Taraf konflik juga meningkat dalam arti korban yang mati karena tawuran tersebut.
Yang terbaru adalah tawuran pelajar SMA 6 melawan SMA 70. Tempo edisi 24 September melaporkan:
Yang terbaru adalah tawuran pelajar SMA 6 melawan SMA 70. Tempo edisi 24 September melaporkan:
Tawuran antara siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 6 dan SMAN 70 di bundaran Bulungan, Jakarta Selatan, Senin, 24 September 2012, menyebabkan seorang siswa SMA 6 tewas.
Menurut Kepala Reserse Kepolisian Resor Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Hermawan, siswa SMA 70 menyerang lebih dulu ke siswa SMA 6. Siang pukul 12.00, kata dia, murid-murid SMA 6 baru keluar dari sekolah. "Mereka baru habis ujian," kata Hermawan, Senin, 24 September 2012.
Tawuran pelajar yang terjadi sejak dulu sampai sekarang pantas menjadi keprihatinan bukan hanya kalangan pendidik, dan orang tua tapi juga kita bersama seluruh elemen bangsa yang peduli ingin melihat bangsa ini maju di masa depan.
Tawuran antarpelajar terjadi karena banyak hal antara lain kurang baiknya manajemen pendidikan di sekolah terkait, kurangnya pengawasan orang tua, kurangnya pendidikan agama. Semua itu dapat disimpulkan dalam satu kata: kurang kondusifnya lingkungan.
Sekolah memang berbeda dengan pondok pesantren di mana peserta didik yaitu santri mendapat pendidikan dan pengawasan 24 jam sehari dari pengurus, ustadz dan pengasuh pesantren. Sementara dalam sistem pendidikan sekolah, ada gap yang lebar saat siswa berada di luar pengawasan guru dan orang tua. Yakni ketika siswa tidak berada di kelas tapi belum pulang ke rumah. Di saat seperti inilah tawuran itu terjadi.
Namun, tanpa pengawasan pun semestinya tawuran tak perlu terjadi kalau tidak ada nilai-nilai buruk yang telah mempengaruhi mereka. Nilai-nilai negatif itu dapat berupa paradigma yang salah dalam menilai apa yang baik dan buruk. Di sinilah perlunya penanaman nilai-nilai agama akan berperan cukup penting apabila ditanamkan secara konsisten, berkelanjutan dan sungguh-sungguh baik oleh pendidik maupun oleh orang tua.